Oleh Dra. Rahmi Wilandari, M.Pd. (SMAN 21 Surabaya)
PENGANTAR
Di Era Milenial saat ini
dalam masyarakat sedang dihadapkan kepada masalah pelik tentang pendidikan.
Bagi yang lulus UN SMA ataupun SMK tentunya merasa bersyukur dibandingkan yang
belum berhasil, meski masih terhadang dengan melanjutkan pendidikannya, yang
membutuhkan tingkat kecerdasan, waktu dan dana yang tidak sedikit. Persaingan hidup manusia semakin
ketat dan penuh kompetisi. Oleh karena itulah mereka yang mampu bertahan adalah
mereka yang kreatif dan memiliki daya inovasi yang tinggi untuk dapat merebut
semua peluang dan kesempatan melalui kemampuan keterampilan sehingga dengan
keterampilan yang dimiliki akan dapat mengembangkan segala potensi di dalam
diri untuk dapat menciptakan kreasi dan berbagai macam produk yang dapat
bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Keberhasilan seseorang
bukan ditentukan oleh kepandaian yang dipunyai, akan tetapi oleh faktor lainnya
yang sangat penting. Tingkat kecerdasan kira-kira hanya menyumbang 20-30 persen
keberhasilan, selebihnya ditentukan oleh soft
skills. Penelitian NACE (National
Association of Colleges and Employers) pada tahun 2005 menunjukkan hal
tersebut, di mana pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82 persen soft skills dan 18 persen hard skills (misal indeks prestasi yang
tinggi).
Sungguh ironis bila mengetahui bahwa setiap tahunnya jumlah
pengangguran di Indonesia terus bertambah. Sebagian besar angka pertambahan
pengangguran yang ada diisi oleh lulusan SMA. Bahkan, lulusan SMK, yang tadinya
diharapkan akan lebih banyak diterima bekerja daripada lulusan SMA, nasibnya
pun tidak lebih baik. Dari data di Dispendik, saat ini di Jawa Timur, angka
partisipasi kasar, atau APK, siswa yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi
baru mencapai 30 persen. Ini artinya masih ada sekitar 50 persen lulusan SMA
yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Dalam membuat suatu karya, tidak hanya dibutuhkan teori.
Mengapa demikian? Karena teori yang mendalam tanpa adanya praktik dalam
merealisasikan pengetahuan tersebut tetap tidak menghasilkan suatu produk yang
dapat dimanfaatkan secara langsung. Seseorang yang telah memiliki kemampuan
memadukan teori dan praktik untuk menghasilkan sesuatu berarti orang tersebut
sudah dapat dikatakan mempunyai jiwa wirausaha. (misal indeks
prestasi yang tinggi) dan para
lulusan SMA dan SMK tersebut tidak mampu menciptakan lapangan kerja sendiri
adalah orientasi pendidikan yang cenderung membentuk SDM pencari kerja, bukan
pencipta kerja. Sehingga pola pikir yang dimiliki oleh sebagian besar pelajar
di Indonesia adalah belajar demi mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan,
bukan yang seharusnya, menciptakan usaha baru. Bagaimana solusi untuk mengatasi
masalah tersebut?
ALTERNATIF CARA MENGATASINYA
SDM di Indonesia kurang mampu
bersaing, rendahnya perilaku dan jiwa wirausaha, dan sebagainya. Solusi yang
diharapkan dari masalah di atas adalah wirausaha, tetapi jumlah wirausaha di
Indonesia masih sangat sedikit yaitu sekitar 0,18% dari jumlah penduduknya.
Padahal, suatu negara dikatakan maju apabila negara tersebut memiliki jumlah
minimum wirausaha sebesar 2% dari penduduknya. Disamping mengajarkan siswa
untuk membuka usaha dan mencari penghasilan sendiri, pendidikan kewirausahaan
atau yang dikenal juga sebagai pendidikan entrepreneurship
juga bertujuan untuk menanamkan “dasar”
dari kewirausahaan itu sendiri. Hal ini diperlukan untuk membekali siswa dengan
keterampilan yang berguna untuk membuka usaha sendiri setelah lulus sekolah. Adapun
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi antara lain :
A. Mengintegrasikan Nilai-nilai
Pendidikan Kewirausahaan (PKWU) ke dalam Kurikulum
Di dalam kurikulum 2013 ini, bentuk pengajaran mata
pelajaran prakarya dan kewirausahaan maupun muatan lokal untuk SD, SMP,
maupun SMA ini lebih bersifat student-centered
(terpusat pada siswa), maksudnya siswa yang ditekankan untuk aktif
sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. Di SMA pelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) tersedia 4 pilihan a.l Kerajinan, Rekayasa,
Budidaya dan Pengolahan. Prakarya dan Kewirausahaan bertujuan agar potensi
dalam diri siswa lebih tergali secara bebas dan mampu menghasilkan karya yang
beragam dengan tetap menerapkan karakter positif dalam dirinya. Dengan
Pendidikan Kewirausahaan (PKWU) siswa dapat menjadi (entrepreneurship)
yang handal, memadai dan disertai segi-segi praktiknya, maka para lulusan
mempunyai kemauan dan kemampuan yang memadai, sehingga tidak merasa kebingungan
ketika harus memasuki pasaran kerja. Pada sekolah maupun kampus bisa juga
didirikan berbagai gerai seperti penjual makanan, kantin kejujuran, cafe, koperasi simpan pinjam, penjualan
pulsa, fotocopy, penjilidan, jasa
tiket transportasi, perbankan, kursus bahasa asing dan sebagainya. Para peserta
didik secara bergantian mendapat tugas berpraktik di sini dengan target- target
yang telah ditentukan, supaya terbiasa bekerja dengan perencanaan dengan target
yang sudah ditentukan, melalui terjun praktik pada berbagai perusahaan a.l
magang atau Praktek Kerja Lapangan (PKL), akan menambah pengalaman para peserta
didik akan dunia usaha yang begitu luas terbentang.
B.
Meluncurkan Program “SMA Double Track”
Melalui program
SMA double track, siswa sekolah non
kejuruan tetap akan memiliki keterampilan sebagai bekal dia lulus. Sebab
faktanya, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Jatim baru sekitar
30 persen. Persentase itu menurun drastis dari APK pendidikan menengah yang
mencapai 80 persen. Artinya, ada sekitar 50 persen anak SMA atau SMK yang tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi.
Program ini
dianggap sebagai model baru yang bisa meningkatkan keterampilan siswa.
“Artinya, bagi mereka yang tidak meneruskan ke pendidikan tinggi, bisa mendapat
keterampilan. Ini sangat bisa dirasakan dan bisa ditingkatkan. SMA double track ini langsung dimulai tahun
2018. Porsi SMA Double track ialah
terletak pada jam ekstrakurikuler di luar jam pelajaran sekolah dan tidak
mengganggu pelajaran umum. Terkait jenis keterampilannya, sekolah penerima
program sendiri yang akan merancang untuk diusulkan ke dinas. Berikutnya,
selama satu tahun siswa dilatih sesuai dengan keterampilan yang telah dipilih.
Bisa dilaksanakan pada hari Sabtu atau saat sore hari seusai pulang sekolah.
Tidak hanya dilatih keterampilan, finishing
dari SMA double track ini adalah pemberian legalitas kompetensi sesuai standar kerja
nasional. Karena itu, setiap sekolah harus menggandeng Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) untuk melaksanakan sertifikasinya. Sertifikat itu langsung dari
BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Jadi setelah lulus, siswa SMA
mendapat ijazah sekaligus sertifikasi profesi. Untuk sementara fokus double
track ini akan dikembangkan di kabupaten yang ada di
Madura, sasarannya sekolah swasta dan beberapa sekolah negeri yang letak
geografisnya berada di daerah terpencil.
Diharapkan dengan
adanya SMA double
track dianggap model
baru yang bisa meningkatkan keterampilan siswa “Artinya, bagi mereka yang tidak
meneruskan ke pendidikan tinggi, bisa diberikan keterampilan. Ini sangat bisa
dirasakan dan bisa ditingkatkan. Terlepas itu jenis pendidikan kejuruan (SMK)
atau non kejuruan (SMA/MA), keduanya harus memiliki program vokasional.
Bedanya, siswa SMK secara khusus telah disiapkan baik secara teori maupun
praktis pada keahlian tertentu. Sementara
program ini hanya merupakan tambahan skill
tanpa mengganggu kurikulum yang berlaku pada SMA.
Semoga dengan
Pendidikan Kewirausahaan (PKWU) siswa dapat menjadi (entrepreneurship) yang handal, memadai dan disertai segi-segi
praktiknya, maka para lulusan mempunyai kemauan dan kemampuan yang memadai,
sehingga tidak merasa kebingungan ketika harus memasuki pasaran kerja dan bisa
bersaing di dunia kerja serta mengurangi pengangguran pada lulusan tingkat SMA.
DAFTAR
PUSTAKA
3 komentar:
Mantul
Sangat inspiratif Bu, kami d SMALB juga sama sedang mengembangkan KWU
Mantap
Posting Komentar